watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

PERAWANIN CWE TEMAN

Aku anak pertama dari lima bersaudara. Usiaku
menginjak 16 tahun manakala orangtuaku harus
pindah tugas dari kota K ke kota P. Alhasil waktu
itu aku baru dua bulan masuk kelas 1 SMA
sayang jika harus pindah, apalagi sekolahku
adalah sekolah swasta yang membutuhkan
biaya banyak.
Atas kebijakan orangtuaku, aku harus kos. Maka
aku diantar oleh kedua orangtuaku dan keempat
adik-adikku menempati kos baru. Rumah kosku
sangat besar, dengan model kuno khas ukiran
Jepara. Berbentuk letter L dengan halaman luas,
terdapat sepasang pohon mangga. Ruang tamu
yang memanjang kebelakang yang bersekat
dimana terdapat empat kamar di bagian
tengahnya yang berhadapan langsung dengan
ruang makan. Semuanya berjumlah sepuluh
kamar. Aku sendiri berada di kamar terakhir di
bagian letter L-nya. Empat kamar termasuk
kamarku berakses langsung keluar melalui pintu
samping dengan halaman kecil di tanami pohon
mangga kecil. Dipisahkan oleh tembok belakang
sebuah rumah.
Teman-teman kosku waktu itu bernama Mbak
Mamiek, Mbak Mur, Mas Prayitno, Mbak Srini,
Indarto, Sularno dan pemilik Kos. Rumah bagian
depan yang tepat membatasi kamarku memiliki
dua anak perempuan, Tika kelas tiga SMP dan
Sutarmi SD ke las 6.
Ukuran tubuhku biasa-biasa saja 168, berat 60
dengan tahi lalat di dagu sebelah kanan dan
rahang sebelah kiri yang kata mbak Srini menarik
dan sekaligus membuatku manis kata mbak
Srini, padahal aku laki-laki tulen hal ini nanti aku
ceritakan. Ukuran penisku juga normal, tegak
lonjong keatas tanpa membengkok. Setiap pagi
semenjak duduk di SD aku selalu merendam
dengan teh basi selama 10 menit,tanpa diberi
gula loh (entar di krubut semut, bisa berabe he..
he..), lalu pelan-pelan di kocok-kocok, diremas
jangan sampe keluar mani (seringnya sih keluar,
abis enak sih). Itu kata anak-anak kos sebelah
rumahku dahulu, entah benar atau tidak.
Manfaatnya? Itu juga aku belum tahu.
Hari-hari berlalu, aku sudah mulai terbiasa
dengan lingkunganku yang baru, aku sering
keluar dengan teman-temanku yang baru.
Terutama mas Prayit sering meminta
menemaniku untuk menemui pacarnya, sebel
juga habis jadi obat nyamuk sih. Saat kami
pulang sering kami berjumpa dengan Tika. Kami
berhenti dan mas Prayit sering menggoda
cewek itu, orangnya sih khas cewek K, radak
item dibilang cantik juga enggak, manis juga
enggak. Lalu apa dong, yah kayak gitu lah.
Lama kelamaan aku juga iseng-iseng ikut
menggodanya. Dia pulang jam 12.45 sedangkan
aku pulang jam 13.30 dan Cuma aku yang masih
sekolah teman-teman kosku sudah bekerja
semua, paling cepat jam 17 mereka baru pulang
praktis cuman aku yang pulang awal.
“Duh, lagi santai ya TRE,” begitulah kalau aku
memanggilnya.
“Baru pulang mas?”
Aku mendekat, dia hanya mengenakan celana
pendek olahraganya dan berkaos tanpa lengan
sedang membaca sebuah novel. Lumayan, tidak
hitam-hitam amat demikian pikirku manakala
ekor mataku menelusuri kakinya.
Begitulah, sering aku menggodanya dan
nampaknya dia suka. Naluri laki-lakiku
mengatakan kalau dia sebenarnya ada hati
kepadaku. Atas dasar keisengan, aku membuat
sebuah surat di atas kertas surat berwarna pink
dan harum dengan ukuran tulisan agak besar.
Sangat singkat, “Tika, I love u” kemudian pada
malam harinya aku sisipkan di jendela
kamarnya, dari luar aku dengar dia sedang
bersenandung kecil menyanyikan lagu dangdut
kesukaanya.
Dengan cepat kertasku tertarik masuk, hatiku
terkesiap takut kalau-kalau bukan Tika yang
menariknya. Tidak beberapa lama lampu
dimatikan dan jendela terbuka, ah Tika
melongokkan kepalanya keluar. Ketika dia
melihatku dia tersenyum lalu melambai supaya
aku mendekat. Kemudian aku mendekat. Ketika
aku mendekat tiba-tiba
“Cuupp!”
Tika mengecup bibirku, aku terperanjat atas
perlakuan itu. Belum lagi keterkejutanku hilang
Tika mengulangi perbuatannya. Kali ini dengan
sigap aku rengkuh pundaknya, aku lumat
bibirnya. Gantian Tika yang terkejut, dia hanya
ingin menjawab suratku dengan kecupan kilat
justru aku tidak kalah cepat. Lidahku meliuk-liuk
dalam mulutnya yang menganga karena
terkejut, tampak sekali dia belum pernah
melakukan ciuman.
“Mmmppphh…”
Lalu tubuhnya mengejang, rona wajahnya
memerah desiran panas napas kami mulai
memburu. Tika memejamkan matanya pelan dia
mulai mengikuti lidahku yang menjelajah rongga
mulutnya dan dia melenguh pelan tertahan
manakala lidah-lidahku menaut lembut lidahnya.
Refleks tangan kirinya merengkuh tengkukku,
menarik lembut kepalaku dan tangan kirinya
bertopang pada tepian daun jendela.
Dalam suasana gelap, pelan aku turunkan telapak
tangan kananku dan meraih gundukan
payudaran sebelah kirinya.
“Ah..!”
Tika melenguh lirih dan terkejut, menepis pelan
tanganku.
“Sudah malam, besok yah?” Bisiknya lirih,
memberiku satu kecupan dan menutup daun
jendela. Jam sudah menunjukkan pukul 10
malam.
Aku kembali kekamarku, tidak kuasa menolak
desakan birahi aku lepas semua pakaianku.
Dengan tidur terlentang jemari telunjut dan ibu
jariku menjepit erat batang kontuolku dan aku
tegakkan membuat kepala kontuolku dan otot-
ototnya merah membesar. Telapak tangan kiriku
menggosok-gosok pelan, sementara cairan
bening sudah keluar dari kepala kontuol yang
memerah.
Mataku terpejam, aku pentang kedua kakiku
lebar-lebar dan membayangkan Tika yang
sempat aku pegang payudaranya yang kecil
lembut tadi.
“Ah…!”
“Ssstt…”
Kepalaku berdenyut-denyut dan tubuhku terasa
melayang tanpa terasa kocokanku semakin cepat
seiring desah napasku yang mulai memburu.
“Ahhhh… hhh…!
“Croot… croott… croottt…!”
Airmaniku menyembur dengan dasyat, kali ini
cukup banyak mengingat kali pertama aku
berciuman dan meremas milik perempuan.
Paginya seperti biasa aku siap-siap hendak
berangkat, aku biasa naik angkutan umum toh
motor juga ada tapi enggak seru. Kebetulan
angkutan kosku pangkalan kedua angkutan jadi
belum banyak penumpangnya dan aku bisa
memilih tempat duduk. Nah, serunya pas
pangkalan ke tiga sudah mulai penuh anak-anak
sekolah apalagi jalurnya melewati tiga SMA dan 1
SMP, bayangkan deh pas penuh-penuhnya
lumayan dapat senggolan susu, he… he…
Tika sudah menunggu di samping rumahnya di
balik kerindangan pohon Mahkotadewa. Aku
berangkatnya agak siang, soalnya sekolahku
masuk pukul 7.15, maklum banyak atlit Pelatnas
yang bersekolah disekolahku dan biasanya Tika
sudah berangkat, pasti dia menungguku toh
semenjak malam itu aku resmi jadi pacarnya.
Aku menengok kekanan dan kekiri, kedua
orangtua yang seorang guru dan adiknya sudah
berangkat semenjak tadi, Tika biasa
menggunakan sepeda.
“Maaf tadi malam, marah?”
Senyuman dan guratan giginya semakin tampak
putih dipadu rona wajahnya yang coklat
kehitaman.
“Tidak tuh,” seraya aku menghampirinya di
kerimbunan. Entah mengapa dia juga beranjak
semakin masuk ke lorong samping rumahnya
dan tentunya kami semakin tidak tampak dari
luar.
“Habis surat kamu sudah malam sih.”
Aku raih tangannya dan pelan aku rapatkan
tubuhku kearahnya dan aku cium bibirnya ah..
dingin-dingin empuk. Lidah-lidah kami bertautan,
matanya terpejam. Jarum jam menunjukkan
pukul 6.35 jadi masih ada waktu buat bercinta!
Berlahan aku lingkarkan kedua tanganku
kepinggangnya, dia hanya terdiam sambil
memejamkan matanya dengan kedua
tangannya tergerai kebawah. Akankah aku
ditolak? Demikian pikirku manakala pelan aku
julurkan telapak tangan kananku kearah dadanya.
“Jangan disini,” kemudian menarik tanganku
menuju ke belakang gudang.
Disitu terdapat sebuah dipan (tempat tidur kecil)
dari bambu dan kami duduk bersebelahan lalu
aku rengkuh pundaknya tanpa di komando bibir
kami beradu dan saling bertautan, kali ini
bagaikan kuda liar terlepas dari kandangnya Tika
memeluk erat pinggangku. Matanya terpejam
rapat manakala bibirku merayap turun
kelahernya. Kali ini tangan kananku dibiarkannya
menelusuri payudaranya yang terbungkus baju
seragam SMPnya.
“Ehh…”
Tika melenguh lirih manakala aku dengan lembut
meremas payudaranya, kecil dan tampak kenyal.
Dan sementara bibirku terus meliuk-liuk di sekitar
lehernya dan dengan naluri laki-laki bibirku
bermain di telinganya sehiingga membuat bulu
kuduknya merinding. Tika semakin merapatkan
kedua kakinya dan sementara tubuhnya
bersandar erat ke tubuhku.
Tika merenggangkan dadanya, memberi jarak
agar tanganku leluasa bermain-main di
payudaranya dan sementara kepalanya sedikit
meliuk-liuk mengikuti gerak wajahku dan di
seputar lehernya dan bulu kuduknya sesekali
meremang. Baju seragam Tika bagian depan
sudah awut-awutan padahal ini adalah hari
senin.
“Hhh….”
“Hhhhhhh…”
Hanya desah napas kami yang terdengar. Dan
berlahan Tika semakin menekuk tubuhnya dan
terlentang keatas dipan bambu. Pelan aku
mendekatkan bibirku ke bibirnya, Tika
membalasnya penuh gairah. Jemari tanganku
membuka satu persatu kancing bajunya seiring
dengan berjalannya waktu dari menit ke menit.
Aku menindih pelan seraya membuka resletting
celana seragam SMAku yang berwarna abu-abu.
Aku menjatuhkan kecupan lembut dibibirnya,
refleks Tika membuka mulutnya memberi jalan
untuk lidahku menjelajahi rongga mulutnya.
Sementara tanganku telah menurunkan celana
seragam dan celana dalamku sampai batas
pantatku, kini kontuolku telah terbebas.
Aku raih tangan Tika yang sedikit terentang
keatas, aku tuntun kearah kontuolku.
“Uhh…”
Tubuhnya bergetar, payudara yang terhimpit
tangannya menyembul kecoklatan berkilatan saat
dengan bimbinganku Tika meremas batang
kontuolku.
Karena belum terbiasa dan untuk pertama
kalinya dia memegang maka genggamannya
sedikit kencang dan tidak ada reaksi selain
menggenggam. Toh aku juga tidak pernah tahu
karena ini juga baru pertama kalinya aku
memperlakukan lawan jenisku sampai jauh.
“Mmmpp…”
“Hhh… Hhhh…
Ciumanku merayap turun ke payudaranya dan
tanganku mulai meraba-raba gundukan diatas
selangkangannya.
“Hhhmmmpp…”
Aku serasa melayang ketika tangan lembut yang
menggenggam batang kontuolku sedikit naik
meraup kepala kontuolku. Tegang dan keras
sekali.
“Sayang…” Demikian bisiknya lirih di telingaku
ketika tanganku pelan menyibakkan rok seragam
biru milikya sedikit naik. Tika mengangkat sedikit
pantatnya sehingga dengan bebas roknya
tersibak keatas. Ketika aku menoleh kebawah
Tika seketika menysupkan kepalanya kedadaku,
malu tapi mau dan suka.
Celana dalam warna pink menyembunyikan
gundukan kecil diatasnya tampak jelas sekali
bagian bawahnya telah basah kuyup. Tika
membiarkan tanganku menyusup kebalik celana
dalamnya, serasa gundukan belum ditumbuhi
banyak bulu, masih ada satu dua dan sangat
halus.
“Basah” dalam benakku saat telapak tanganku
merayap diatas permukaan tempiknya, Tika
semakin berani memberiku kesempatan dengan
sedikit membuka himpitan pahanya.
Naluriah, demikian istilahnya. Jari telunjuk dan
jari manisku pelan menggosok samping kanan
dan kiri tempiknya sementara jari tengahku
menemukan sebuah biji kacang klentit miliknya.
Semakin basah saat aku pelan menggosok-
gosok tanganku dengan kaku, maklum belum
biasa sih.
Telapak tanganku penuh dengan cairan kental
dan lembab. Aku terus menggosok-gosokkan
tangannku, hangat, lembab dan licin. Sementara
Tika tidak melepaskan genggaman tangannya di
kontuolku, kalau tadi di bagian kepala sekarang di
bagian pangkalnya yang berbulu.
Aku menurunkan celana dalamnya sampai
kebatas lutunya dan dengan kakiku aku lepaskan.
Aku menindihnya dimana sebelumnya tangan
Tika yang menggenggam kontuolku aku
terlentangkan, membuat sepasang payudaranya
yang sempat tertutup sedikit kaosnya
membusung. Tika seolah-olah mengiyakan apa
yang akan aku lakukan, berarti sungguh dia
mencintaiku.
Pernyataan cinta yang secara iseng aku lontarkan
ternyata mendapat sambutan yang sedemikian
dasyatnya. Sungguh dia kini pasrah terlentang di
bawahku. Sementara aku, hanya nafsu yang
berputar-putar didalam otakku. Ulangan Fisika
pada jam pertama dengan pak Anton sang guru
killer dimana tak ada ampun bagi yang tidak
masuk pelajarannya tanpa surat keterangan
apalagi saat ulangan sudah tidak aku pikirkan.
Aku rentangkan lutut Tika biar pinggulku sedikit
leluasa menindih tubuhnya. Tika hanya menurut
saja. Aku genggam batang kontuolku, aku
arahkan kelobang vaginnanya. Naluri laki-lakiku
seolah-olah secara otomatis bekerja.
Saat bagian kepala menempel di bagian lembut
dan basah aku menarik napas untuk mengurangi
keteganggan.
“Sreet…”
Terasa kepala kontuolku menyibak sesuatu ketika
pinggulku aku tekan sedikit. Tika sedikit
mengrenyitkan dahinya tanda ada sesuatu yang
aneh.
“Sreet…”
Kembali seperti menyobek sesuatu. Kini Tika
menggigit bibir bagian bawahnya, wajahnya
sedikit tegang sementara wajahku pun demikian,
genggaman tanganku sedikit gemetar ketika aku
dorong pantatku kebawah.
“Sreet… sreeettt…”
“Mpphhh…”
Erangan lirih dari mulut Tika katika separuh
kontuolku sudah menghujam masuk. Tetesan
darah perawan menetes, bagaikan aliran sungai
Mahakam menetes disela-sela dipan bambu
yang kami pakai untuk bergelut. Menetes
kebawah, berjatuhan tetes demi tetes keatas
tanah yang berdebu.
Aku menarik keatas pantatku dan dengan pelan
aku tekan kembali kebawah, kali ini tanganku
sudah tidak menggenggam berganti menopang
tubuhku yang merapat diatas tubuh Tika.
“Sreettt…”
“Aaahhhh…!”
Tika menjepit pantatku dengan kedua pahanya
yang sedikit terangkat menahan perih saat
semua kontuolku untuk pertama kalinya
menembus vaginnannya. Dan kini semua
batang kontuolku sudah menghujam kedalam
liang surgawi tempiknya.
Tangannya menggenggam erat, pahanya
menjepit kuat pantatku dan wajahnya semakin
terpejam. Aku berikan kecupan lembut
kebibirnya lalu dia mulai menangis. Dan
memeluk tubuhku dengan erat dengan tidak
melepaskan jepitan pahanya di pantatku justri
kakinya yang terangkat di letakkan diatas betisku.
Berlahan pantatku aku mainkan naik-turun, untuk
menenangkannya aku membisikkan sesuatu
ketelinganya,
“Sakit…?”
“Aku tahan, aku sayang kamu…”
Suara berderit pada dipan bambu menahan
tubuh kami saat kontuolku aku maju-
mundurkan, Tika tidak melepaskan pelukannya
dan kedua kakinya tetap berada diatas betisku
dan kali ini jepitan pahanya di pantatku sedikit
mengendor.
“Plak… plak… plak…”
Kelamin kemi mengeluarkan bunyi khas saat
saling bergesekan dan suara itu merupakan
pertama kalinya kami dengar.
Dua puluh menit berlalu dari aku berhasil
memerawani Tika, aku terus memainkan
kontuolku maklum masih jejaka jadi maju-
mundur, maju-mundur terus tanpa ada variasi.
Toh dengan demikian lambat laun rasa perih
pada Tika mulai hilang, aku pun demikian.
Tika mulai mencari-cari bibirku dan aku
menyambutnya dengan mengulum lidahnya
dan memilinnya dengan lembut.
“Hhhmmppp…”
“Hhhhhhh…”
“Sayang…”
Sepuluh menit kemudian Tika mengencangkan
pelukannya dan kembali pelan menguatkan
jepitannya.
“Plak… plakk… plakkk…”
Aku terus menghujaninya dengan goyangan
kontuolku, sesekali aku berlahan untuk menarik
napas. Lumayan pegel juga ternyata, palagi
rambut kontuolku yang sudah mulai lebat
lenyodok-nyodok vaginnanya yang belum
berambut membuat rasa perih padanya menjadi
suatu sensasi mengenakkan, menggugah birahi
yang sedikit berkurang akibat rasa perih.
“Hhggghh…”
“Aahhhhh…”
Tika mengejang, rona wajahnya memerah,
napasnya tertahan manakala birahinya menanjak
menghantam ubun-ubun dan bagaikan suatu
hempasan gelombang menerjang apa saja lalu
padam terkulai. Lemas. Banyak energi yang telah
dikeluarkan.
Aku terus menggenjot saat Tika sudah jatuh
terlentang, kedua kakinya terkulai
mengkangkang. Aku topang badanku dengan
kedua tanganku kali ini pantatku bebas naik
turun. Lesatan kontuolku di dalam vaginnanya
bagaikan terpedo yang diluncurkan dari sebuah
kapal selam. Seperti ada sesuatu yang akan
keluar aku percepat gerakan pantatku naik-turun.
Dan…
“Ahhhhhh…”
“Crott.. croot.. crooot…”
Bersamaan dengan aku semprotkan air maniku
tiba-tiba,
“Gubraaak…”
Dipan yang kami pakai rubuh karena beban
goyangan yang aku lakukan.
“Ah!”
“Aduhh…”
Kami jatuh berguling, Tika tetap aku peluk
sehingga dia menindih tubuhku. Kontuolku
terlepas dari tempiknya, spermaku muncrat
kemana-mana. Akibatnya, kontuolku yang
masih “ereksi” tertimpa pantatnya Tika.
“Dipan sialan,” demikian umpatku.
“Sudah keropos.”
Lalu kami berdiri, Tika memandangku saat aku
meringis menahan ngilu di kontuolku yang
tertimpa pantatnya.
“Sakit?”
“He-eh”
Sambil berdiri dimana aku masih telanjang bulat,
Tika mengulurkan tangannya, memegang
kontuolku yang sudah terkulai seraya
memberikan pijitan-pijitan lembut. Aku
tumpangkan kedua tanganku keatas pundaknya.
“Hari ini kita bolos ya?”
Aku hanya tersenyum, aku biarkan tubuhku
bugil dihadapannya. Tika sambil membersihkan
dengan tangan kirinya badanku yang sedikit
berdebu memandangku mesra, duh bening
mata itu menusuk lekat ke dalam kalbuku.
“Padahal aku jam pertama ada ulangan fisika.”
“O ya?”
“Biar saja,” sambil aku belai rambutnya yang
tergerai.
“Masih sakit?”
“Sedikit.”
“Enakan sekarang?”
“He-eh”
Tika mengocok berlahan-lahan dan kontuolku
seperti diurut tangan lembut, berlahan kontuolku
mulai tegak kembali. Aku belai payudaranya
yang tertutup kaos dan seragamnya sudah
tersibak tidak karuan. Aku cium kembali bibirnya
sementara Tika terus dan terus mengurut-urut
kontuolku.
“Mmmpphhh…”
“Di kamar yuk?” Tika meraih seragamku dan
menggandeng tanganku masuk melalui pintu
belakang dimana dia memegang anak kunci.
Setiap dia pulang duluan selalu melalui pintu
belakang sedangkan adiknya pulang bersama
orangtuanya.
Tika langsung melepas seragam putih birunya
yang sudah awut-awutan, sebercak darah
perawan masih sedikit meleleh di
selangkangannya, Tika langsung merebahkan
diri keatas ranjang. Dan aku pelan menempatkan
diri keatas tubuhnya, pantatku berada ditengah-
tengah selangkangannya.
“Bleesss…”
Kontuolku langsung menyusup ke dalam
vaginnannya. Aku ciumi wajahnya dan melumat
bibirnya. Sontak Tika merengkuh tengkukku dan
aku meremas payudaranya. Sepasang anak
manusia bertelanjang bulat saling memagut,
memadu cinta, membakar api birahi.
Pikiranku lepas terbang, sudah tidak ada batas
sama sekali diantara kami padahal baru semalam
aku mengatakan cinta, itupun hanya kesiengan
belaka. Ah, setelah ini semua begitu kejam dan
jahatkah aku? En tahlah, itu urusan belakang saat
ini kontuolku tertanam didalam vaginnannya.
“Ahh-hh…”
Tika menggeliat saat aku mulai kembali aksi
kontuolku naik turun. Perih dan pedih berganti
kenikmatan, bagaikan sebuah gada dengan
kepala membesar membuat sensasi nikmat saat
bergesekan.
Kali ini aku tidak perlu kuatir ranjangnya akan
ambruk, ranjang berderit-derit saat aku
menggoyangkan pinggulku. Seperti tadi Tika
memelukku dengan erat dan sepasang kakinya
mengait kali ini tidak diatas betisku melainkan
lebih naik keatas pantatku.
Desah napasnya semakin memburu di dekat
telingaku dan kali ini tidak memerlukan waktu
lama Tika sudah mulai mengejang dan
walaupun dia mencoba menahan tapi desakan
biologisnya lebih kuat.
“Aahhh…”
Tanpa sadar Tika melenguh dengan kerasnya
ketika sampai dipuncak birahinya dan dalam
hitungan detik pula aku mengikuti.
“Aakkhhh….”
“Croottt… crooottt… crooottt…” aku semburkan
airmaniku kedalam rahimnya, entah apa yang
akan terjadi sudah tidak aku pikirkan. Aku biarkan
kontuolku masih menancap di vaginnanya dan
“pluppp…” terlepas dan terkulai lemas.
Jam 10 aku kembali kekamar kosku dibelakang
rumahnya setelah sebelumnya untuk yang
ketiga kalinya aku menidurinya. Uh, pegal semua
badanku. Terutama kontuolku langsung bekerja
keras. Aku langsung mandi untuk menyegarkan
badan, kosku masih sepi karena semua masih
kerja sampai jam 17 kecuali mbak Srini seorang
guru SD paling jam 1 sudah pulang, bapak kosku
juga pergi biasanya ke pasar untuk mancari
hiburan bermain catur, maklum pensiunan. Dan
akhirnya aku tertidur sampa sore hari.
Praktis semenjak kejadian itu antara aku dan Tika
sudah tidak ada batas apapun, kedua orangtua
dan adiknya selalu berangkat jam 6.30 sehingga
memberiku keleluasaan untuk bercinta
dengannya.
“Hai pah,” demikian Tika menyebutku Pah. Lucu
juga kedengarannya tapi asyik juga tapi satu hal
hingga kini aku tidak mencintainya. Ah, sayang,
aku memang jahat sekali. Padahal dia
mencintaiku dengan tulus.
“Hai,” sapaku pula ketika melewati kamarnya, dia
hanya mengenakan kaos oblong sehingga beha
warna kuning yang dia pakai terlihat. Sedangkan
dia hanya mengenakan celana dalam warna pink
dengan sedikit tersipu dia meraih rok seragam
biru yang tergolek di ranjang dan menutup
bagian depannya.
Barusan aku dengar suara motor orang tuanya
berangkat ke sekolah. Lalu dia seperti biasa
memberiku kode melalui pintu belakang,
sebentar aku menoleh dan tidak ada orang.
Teman-teman kosku masih pada tidur kecuali
mbak Srini seornag guru SD teman kosku juga
sudah berangkat.
Aku langsung mengunci pintu dan memeluknya
sambil melumatnya.
Aku langsung mengunci pintu dan memeluknya
sambil melumat bibirnya,
“20 menit,” pintanya tegas.
“Oke”
20 menit bagiku sudah cukup, maklum dia
masuk jam 6.55 sedangkan aku jam 7.15. Tanpa
perlu komando kami langsung naik keatas
ranjang sementara Tika terlihat pasrah dengan
dada membusung dibalik kaos oblongnya dan
celana dalam warna pink.
Tanganku meraih kaos yang dikenakannya dan
menariknya keatas bersamaan dengan behanya,
akupun demikian membuka baju seragamku
hingga aku bugil. So, kontuolku sudah nafsu
langsung ereksi.
Ups…!
Dingin empuk manakala Tika meremas kontolku
saat aku hendak menindih sedikit tubuhnya
sambil meremas payudaranya.
“Hmmmppp…”
Payudaranya bergetar saat aku merabanya
dengan lembut, mengeras saat aku
meremasnya, menggelinjang saat putingnya aku
pilin dengan jemariku dan,
“Paaahh…” merintih saat aku susupkan wajahku
diantara sepasang gunung kembarnya dam
memberikan gigitan mesra yang meninggalkan
tanda merah kebiruan di kulitnya yang
kecoklatan.
Aku menurunkan ciumanku keatas perutnya,
berputar-putar diatas pusarnya,
“Aahhh…”
Tika merintih geli, refleks genggamannya
terlepas dari kontuolku dan mesra mengusap
kepalaku dengan tangan kirinya sementara
tangan kananya tersibak keatas.
Cewek usia 14 tahun tentunya di kelaminya
belum ditumbuhi rambut lebat, beberapa tipis
dan baru mulai tumbuh tampak saat aku
merayap turun dari perutnya kebawah pangkal
selangkanagnnya. Aku geser posisiku dengan
menarik keatas pinggulku, dengan posisi itu Tika
mulai memberanikan diri mengusap kontuolku
sambil memandang lekat-lekat kontuolku.
“Besar” pikirnya, itu aku tahu kemudian dari
buku hariannya yang aku ambil saat dia kekamar
mandi. Aku belum berpengalaman dalam
session ini, maka langsung aku julurkan lidahku
menjilati langsung klentit dan semuanya dan
menghisap menggunakan mulutku.
“Hhmmppphh…”
“Akkhhh…!”
Tidak dinyana Tika terkejut dengan apa yang aku
lakukan, refleks dia mengatupkan pahanya
sehingga kepalaku terjepit. Refleks juga
genggamannya di kontuolku mengencang, tapi
dia tidak memejamkan matanya. Dipandangnya
kontuolku yang sudah mengeluarkan cairan
bening tanda birahi dari ujung kepala kontolku.
“Masukin pah, sudah siang,” pintanya sambil
menggeser tubuhku darinya.
Aku merebahkan tubuhku keatasnya, Tika
membuka kedua kakinya, memberiku
keleluasaan mengarahkan kontuolku dan,
“Blesss…”
Kontuolku melesat masuk kedalam liang
vaginnanya yang sudah basah langsung sampai
kedasarnya, hangat, lembut dan kenyal.
Kontuolku seperti diremas oleh kelembutan dan
kehangatan, dipilin oleh cairan birahi dan kami
pagi itu menyatu dengan tubuh bugil.
Tika memelukku dan kembali seperti
sebelumnya mengaitkan kedua kakinya keatas
pinggulku dan aku memacu, melesatkan
berulangkali kontuolku kedalam tempiknya.
Saling menderu napas kami berkejar-kejaran,
sesekali Tika tersipu malu saat dia membuka
kelopak matanya dan aku sangat dekat diatasnya
memandang tajam kearahnya, tersipu dengan
rona wajah memerah dan menyembunyikannya
kebawah pundakku. Aku terus menayunkan
pinggulku naik turun, suara-suara yang akhirnya
terbiasa di telinga kami mengiringi derit ranjang
yang terdengar pelan karena goyangan kami.
“Paahhh…”
“Sayanggg…”
Hentakan birahi merayap keujung kontuolku,
dengan sekuat tenaga aku berusaha
menahannya. Sementara dengan tegang
memelukku erat dan mengapitkan kedua
pahanya kuat-kuat di pinggulku. Dinginnya udara
pagi dengan jendela berkaca nako menyebabkan
kami semakin birahi.
“Ahhh…”
Tika melenguh, mengejang, bergetar dan jepitan
vaginnanya meremas-remas kontuolku saat aku
hentakkan-hentakkan hingga dasar vaginnanya
dimana rambut kelaminku menggesek-gesek
klentitnya saat beradu. Dalam hitungan detik,
akupun mengejang, sambil menggigit belakang
telinganya dan tangan meremas payudaranya
aku hujamkan kuat-kuat kontuolku.
“Ak-akkk-akkhhh…!”
“Croot… serrr… croot, croot… crooot…”
Kami terdiam, Tika sudah terkulai lemas dengan
bersimbah peluh dan aku biarkan kontuolku
terjepit vaginnanya yang berdenyut-denyut
lembut. Aku memeluknya dan desah napas kami
yang semula menderu-deru berlahan-lahan
mulai teratur.
“Pah, dah siang loh, aku tidak mau bolos lagi,”
Tika mengingatkanku sambil tersenyum. Lalu
aku kecup bibirnya dan tampak di leher belakang
telinganya membekas gigitanku. Saat kami
berpakaian tampak hampir sekujur tubuhnya
penuh dengan “cupang”-an dan gigitan
mesraku. Payudara kirinya membekas jemari
kananku tadi saat aku akan orgasme. Tika
tersenyum saat aku memandang tubuhnya,
“Hasil karyamu pah,” seraya memakai kembali
behanya.
“Karya abstrak mah,” lalu aku hampiri dia dan
aku belai kelaminya yang masih melelehkan
spermaku.
“Tidak dicuci dahulu mah”
“Enggak ah, biarin aku tetap merasakan milikmu
pah.”
Jam menunjukkan pukul 7.50 saat Tika
mengayuh sepedanya dan aku berjalan ke jalan
besar untuk menunggu angkutan umum. Biasa,
buat cari senggolan apalagi jam mendekati
waktu masuk.
Pernah suatu ketika aku mewakili sekolahku
dalam ajang lomba menggambar, lumayan aku
memiliki bakat menggambar. Sebelum jam 1 aku
sudah kembali, aku longokkan kepalaku tampak
Tika sedang mengerjakan PR-nya. Melihatku dia
beranjak keluar melalui pintu belakang.
Darah mudaku seketika bergelora, aku hampiri
dan aku lumat bibirnya.
“Hampir jam 1 pah,” demikian dia mengingatkan,
berarti 30 menit lagi orangtuanya pulang. Sontak
aku minta dia nungging dengan kedua tangan
diatas dipan bambu (sudah diganti dengan yang
baru) lalu aku sibakkan rok yang dipakainya,
celana dalamnya aku plorotkan dan lidahku
dengan cepat menjilati tempiknya.
Ups, he… he… sedikit pesing, sebodo amat. Lalu
aku arahkan kontuolku ke vaginnanya dan,
“Sleeebbb… bleeesss…”
“Ahhhh…”
Tika terkejut dan sedikit meringis menahan perih
tapi hanya sebentar dan napasnya sudah mulai
tidak beraturan. Berselang lima menit dengan
mencengkeram tepian dipan bambu sambil
“mekangkang” Tika menggeliat seraya melenguh
kuat.
“Aahhhh…”
Aku pegang pantatnya dengan kedua tanganku,
aku sodokkan kedepan dan kebelakang pantatku
sehingga kontuolku leluasa melesak keluar dan
kedalam. Lalu aku remas dengan
mencengkeram pantatnya manakala kontuolku
memuntahkan spermaku.
“Ahhhh… hh… ahhh…”
“Serrr… serrr… serrr…”
Cairan kental putih muncrat didalam vaginnanya
seraya menimbulkan bunyi “ceplak-ceplak-
ceplak”, belum puas aku teruskan genjotanku
sampai-sampai Tika hampir jatuh terkulai kalau
saja tidak aku topang pinggulnya dengan kedua
tanganku.
Semangat mudaku menggelora, aku terus
memacu dan memacu. Kontuolku yang semula
terasa ngilu karena sudah melontarkan airmaniku
berlahan kembali mendapatkan kekuatannya.
Aku mati-matian agar kontuolku setelah
mengeluarkan airmani tidak terkulai. Aku paksa
semangatku agar cepat meraih birahi kembali.
Tika hanya menggigit bibirnya, lemas sekali.
Sendi-sendinya serasa mau lepas, napasnya
tersengal-sengal. Rasa pening menghantam
kepalanya tapi tempiknya ternyata tidakmau
kompromi, berlahan cairan birahi membasahi
gesekan kontuol dan tempiknya.
Tika tidak kuasa menahan hentakan birahi yang
berlahan mulai merambat naik ke ubun-
ubunnya. Merayap ke semua ujung syarafnya,
jantungnya berdegup dengan kencang, matanya
terbelalak dengan semua otot diwajahnya
menyembul menyebabkan rona wajahnya
memerah.
“Akkk… hhhhhh…!”
“Crooot… crooot… crooot…”
“Ah…”
Bersamaan kami dihempas oleh puncak birahi,
bersamaan kami dihantam oleh kenikmatan
surgawi dan bersamaan kami jatuh terjerembab
keatas dipan bambu dan seolah-olah dunia
terasa melayang. Tika jatuh tanpa daya keatas
dipan menyisakan lelehan sperma di
selangkangannya dibawah tonjolan pantatnya,
ternyata dia pingsan!
Disekolah aku termasuk siswa yang biasa-biasa
saja, sedangkan Tika termasuk kategori siswa
kelompok “dodol” alias “bego” dan kategori
cewek “non nominasi” pantes saja aku radak
“GR” langsung main tancep pedang aja.
Hebatnya aku tidak puas hanya sekali, paling
sedikit dua kali, inikah manfaat akibat rendaman
air teh basi? Mungkin kali ya ha… ha…
Sudah tiga bulan aku setubuhi Tika, selama itu
pula dia tidak hamil. Luar biasa, membuat aku
ketagihan. Sungguh tidak ada waktu lowong aku
dengan dia untuk tidak bermain sex. Terus
terang dan terang terus, aku memperlakukan
Tika sebagai obyek dan bukan sebagai subyek,
duh memang aku sadari aku betul-betul jahat.
Tidak jarang Tika sekitar jam 2 siang menyusup
masuk ke kamarku, meminta jatah disaat kedua
orangtuanya istirahat siang. Ternyata apa yang
kami lakukan disiang itu tidak lepas dari mbak
Srini teman kosku yang seorang guru SD, nanti
aku ceritakan pada bagian tersendiri supaya
cerita ini tidak terlalu panjang


Adult | GO HOME | Exit
1/10072
U-ON

inc Powered by Xtgem.com